STIHPADA DAN APHA GELAR SEMINAR NASIONAL

Para Pakar Hukum Adat Indonesia dari  berbagai kampus di Indonesia (APHA Indonesia) merumuskan dan merekomendasikan persoalan hukum adat dan solusinya.

Ketua Umum APHA Indonesia, Laksanto Utomo menjelaskan, APHA Indonesia telah menggelar seminar nasional dan Call of Paper yang telah diikuti oleh  pengajar hukum adat  dari berbagai Fakultas Hukum Universitas se-Indonesia dan peserta  dari berbagai universitas dan lembaga lainnya.

Laks menerangkan, Tim Perumus menyampaikan hasil rumusan yang berdasarkan dari serentetan kegiatan yang terselenggara atas kerjasama Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia dan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda (STIHPADA) Palembang, serta didukung oleh  Pusat Kajian Hukum  Adat Fakultas Hukum Universitas Pancasila (PusKAHA - FHUP) dan Lembaga Layanan  Pendidikan Tinggi Wilayah dua (LLDIKTI),  mengenai strategi jangka pendek, APHA (sebagai organisasi akademisi) bekerjasama dengan pihak pengemban kepentingan lainnya, untuk menyumbangkan pemikirannya melalui kajian, karya tulis, media dan aksi nyata terkait dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat khususnya terkait pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam yang  berbasis kearifan lokal.

Selain itu, soal kearifan lokal masyarakat adat dalam pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam masih nyata dipraktekkan, dilestarikan nilai-nilai berupa kosmologi relasi manusia dan alam yang harmoni, selaras; dan ditumbuh kembangkan dari generasi ke generasi sesuai Pancasila.

"Melakukan edukasi,  sosialisasi  dan kampanye secara masif tentang pentingnya pengakuan dan perlindungan masyarakat adat termasuk perempuannya dalam pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam yang berbasis kearifan lokal," ungkap Laksanto dalam keterangan tertulisnya, Kamis (31/10/2019).

APHA dan STIHPADA membuat Prosiding Hasil Seminar dan Call of Paper Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Pada Kearifan Lokal Masyarakat Adat dan Eksistensinya Dalam Hukum Nasional yang Ber-ISBN. Menugaskan Divisi Penelitian dan Pengembangan APHA sebagai penanggungjawab penelitian bersama seluruh pengajar Hukum Adat Indonesia dengan tema “Eksistensi Hukum Waris Adat di Indonesia”, mendiskusikan dan mempublikasikannya melalui buku atau E-Book.

"Mendorong pelestarian bahasa masyarakat adat termasuk manuskrip/prastasti khususnya yang terkait dengan hukum adat," terangnya.

Tak hanya itu, juga membentuk wadah konsultasi dan bantuan hukum untuk masyarakat adat, serta divisi perempuan.

Untuk Strategi Jangka Panjang, sambung Laks, APHA mendorong DPR/D dan Pemerintah Pusat dan Daerah untuk melakukan Amandemen terbatas terkait Pasal 18 B ayat 2 dan Pasal 28I ayat 3 UUD RI 1945, berkaitan dengan konsep hukum subyek hukum yang digunakan yaitu masyarakat adat, yang terdiri dari masyarakat hukum adat dan masyarakat tradisional. Pasal 18B mengamanatkan pengakuan dan perlindungan dilakukan “dalam UU” yang artinya pengaturan bersifat parsial bukan UU khusus, maka diusulkan kalimat menjadi “dengan UU”.

"Mensahkan RUU Masyarakat Adat sebagai UU Payung untuk melindungi masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya, termasuk terkait pengelolaan Lingkungan dan Sumber Daya Alam yang ada di wilayahnya, yang bersifat unifikasi administrasi,  tetap memperhatikan Pancasila, pluralisme hukum, kesetaraan dan keadilan gender," tambah Laks.

Dalam rekomendasi juga mendorong deregulasi kebijakan yang menghambat pengakuan dan perlindungan masyarakat  adat dan hak-haknya dalam pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam yang ada ditingkat nasional dan daerahnya.

"Melakukan pemulihan dan memberikan kompensasi atas kerusakan akibat dari eksploitasi lingkungan dan sumber Daya Alam yang merugikan  masyarakat adat khususnya dan warganegara Indonesia umumnya," paparnya.

Sementara itu Prof A Ruri menambahkan, tidak mengakui hukum adat dan kearifan lokal adalah bentuk pengingkaran terhadap jati diri bangsa . Sekalipun sifatnya lokal tapi bersifat universal, kiranya kearifan lokal masyarakat hukum adat dapat berkontribusi terhadap skema pembangunan hukum. Sejalan dengan jiwa bangsa Indonesia .

Prof A Ruri atau Prof Andi Suryaman Mustari Pide,  menyebut nilai-nilai kearifan lokal yang memuat prinsip keseimbangan manusia dan alam, harua di letakkan dalam kerangka instrument kebijakan untuk mengatur tatanan hidup seimbang dan berkelanjutan.

Sementara itu, pertemuan Ketua APHA Indonesia yang akan datang di Unsrat Manado Mei 2020 dan pertemuan 2 tahun  yang akan datang di Kalimantan. Bersamaan acara pertemuan Hakim Peradilan Masyarakat Adat Serawak Dayak dan Masyarakat Dayak Indonesia di Tarakan.

Bagikan :